Kamis, 08 Januari 2009

Kedewasaan pikiran anak-anak

Cita-cita anak kecil sekarang mungkin udah berubah, kalo dulu ditanya apa cita-citanya besok kalo udah besar? pengin jadi dokter, tentara, hakim, pengacara, penulis, polisi, pilot, wartawan, presiden, dllnya, bisa jadi berubah pengin nikah dini aja secepatnya!

Apa mau dikata dunia sudah berubah jadi kotak ya?

kalo Indonesia baru aja dihebohkan dengan pernikahan ustadz puji, dibelahan dunia yang lain dihebohkan juga adanya berita:

Bocah Nekat Kawin Lari ke Afrika
Jawa Pos, Rabu 7 Januari 2009
HANOVER - Ini salah satu bukti betapa bocah sekarang makin cepat matang secara psikologis. Salah satu faktor pemicunya adalah tayangan audiovisual yang bebas mereka saksikan kapan saja dan di mana saja. Mika dan Anna Lena merupakan anak Jerman yang masing-masing baru berusia 7 dan 6 tahun.

Tanpa sepengetahuan orang tua, mereka nekat hendak kabur ke Afrika untuk kawin lari. Bahkan, mereka mengajak bocah lain berusia 5 tahun yang akan berperan sebagai saksi pernikahan. Benarkah? Itulah pengakuan mereka ketika ditanya petugas keamanan stasiun kereta api yang rencananya ditumpangi menuju bandara.

Misi romantis sepasang kekasih cilik itu muncul begitu saja setelah mereka menonton film dokumenter tentang Afrika pada malam tahun baru lalu bersama keluarga. Mika dan Anna memang tinggal satu rumah sejak ayah Mika dan ibu Anna memutuskan hidup bersama serta pindah ke rumah baru di Hanover, Jerman, beberapa waktu lalu.

''Dari (film) itu, mereka lalu merancang rencana untuk masa depan,'' kata Juru Bicara Polisi Hanover, Holger Jureczko.

Bayangan indahnya menikah di bawah sinar mentari Benua Afrika turut menari-menari di benak dua bocah itu. Wajar saja karena Jerman masih diselimuti salju tebal akibat musim dingin. Menjelang berangkat, dua bocah itu membujuk adik Anna Lena, Anna Bell, untuk ikut serta sebagai saksi. Dasar sama-sama bau kencur, Anna Bell hooh saja mengikuti pasangan cilik yang lagi kasmaran itu.

Begitu fajar hari pertama 2009 menyingsing, tiga bocah tersebut mengendap-endap keluar rumah. Ketika itu, kedua orang tua mereka masih tidur nyenyak di kamar. Mereka tak lupa membawa perlengkapan perjalanan, seperti kacamata hitam, celana renang, pakaian musim panas, dan sandwich. Persis seperti kaum backpacker yang hendak merencanakan petualangan panjang menjelajahi negeri.

Lolos dari pantauan orang tua, mereka berjalan kaki menantang dingin sejauh 1,5 kilometer menuju halte trem. Sesampai di tujuan, mereka duduk manis menunggu kereta dengan tujuan bandara yang jaraknya sekitar 50 kilometer. Kehadiran mereka, apalagi tak tampak didampingi orang dewasa, mengundang kecurigaan petugas setempat. Petugas itu lalu menghubungi polisi lokal. Tak lama berselang, dua polisi datang dan menghampiri mereka.

Dengan nada bersahabat, polisi bertanya kepada bocah-bocah lugu tersebut. Begitu tahu tiga bocah itu hendak terbang ke Afrika, polisi tersenyum geli. Petugas keamanan tersebut lalu mengatakan, mereka tak mungkin bisa melakukan perjalanan sejauh itu tanpa uang dan tiket pesawat. ''Mereka lalu menurut ketika dijanjikan minuman panas dan sarapan,'' kata Jureczko.

Untuk menyenangkan hati anak-anak tersebut, polisi mengajak mereka jalan-jalan dengan mobil tahanan. Sambil menikmati perjalanan, polisi menasihati, ''Kalian bisa melanjutkan rencana (menikah) itu jika sudah dewasa.'' Orang tua mereka lalu datang menjemput di stasiun dan membawanya pulang. (ape/ami)

10 komentar:

dede mengatakan...

wah nekad juga tuh anak ya?, ampe bisa kawin lari ke afrika? ngak ngebayangin kalo setahun sembilan bulan kemudian ngendong bayi heheee

Anonim mengatakan...

Usia segitu uda faham soal 'gituan' apa? Pake kawin lari segala?
Tp gpp jg sih asal jng lari ke lobang Semut, ntar aku g bs keluar dunk, ketutup mereka.

Anonim mengatakan...

Ya ampun, kok pikiran mereka sudah sejauh itu. Lucu, terharu juga, tapi sedih juga.

Pingin nulis banyak tapi lidah kaku nih he...he.. kok lidah, jari2ku tak bisa mengetikkan apa yang ada dalam otakku tentang cerita diatas.

Intinya kalo menurut saya, pergaulan anak2 harus di pantau.

Whienda mengatakan...

Tak dapat dipungkiri bahwa anak punya kebiasaan meniru. Tentang "pernikahan" ini apakah mereka benar-benar mengerti? Atau sekadar bermain "manten-mantenan" seperti kita-kita dulu?
Apakah mereka benar matang secara psikologis dalam pengertian sematang manusia usia layak menikah?

Kayaknya fakta ini belum merupakan representasi dari kekawatiran kita terhadap apa yang disebut "sebagai dunia anak sudah berubah",ya Mbak?

Lha, wong untuk ke Afrika saja mereka ga' ngerti kalau perlu uang untuk tiket, kok! Bahkan, niatnya untuk "menikah" bisa urung gara-gara minuman panas dan sarapan, gitu lho!

Tapi memang benar-benar mengundang senyum. Good Post!

Kristina Dian Safitry mengatakan...

itulah gilanya dunia jatuh cintrong,wkkkekk..

Anonim mengatakan...

thnx dah mampir dan banyak kasih komentar di blog saya.. salam kenal yah ..! (http://wellyhermawan.blogspot.com)

Veterinarian mengatakan...

anak2 kt nanti musti diberikan pendidikan agama & moral sejak dini biar ga salah aplikasi

DegDegan.duniamaya98 mengatakan...

@dede: kenekatan pikiran anak yang masih terbalut dalam kepolosan. tentu gak kebayang repotnya bila betul2 punya anak, disamping akan terjadi problem terhadap kesehatan dirinya sendiri.

@Semut Uda Gedhe: sy kira mereka belum "paham", kalo masalah lubah semutnya, dibuat yang lebih banyak, jadi bisa punya pintu rahasia :)

@Seno: setuju banget, bagaimanapun sudah harus menjadi kewajiban orang tua untuk selalu mengawasi anak-anaknya dalam hal semuanya.

@whienda: memang betul, anak ibarat kertas yang masih putih, mau ditulisi apa tergantung lingkungan dan juga bakat "genetik" yang dibawa.

@kristina dian: memang betul, bila ingat lagunya mendiang gombloh, (maaf) "tahi kucing pun terasa coklat"

@welly: terima kasih juga, ditunggu kedatangannya lagi kesini. dan salam kenal balik lagi.

@veterinarian: betul banget. ini yang musti kudu dilakukan oleh orang tua.

Anonim mengatakan...

Berbagai media banyak memberikan informasi masalah seks. Masalahnya, apakah informasi yg diterimanya sudah layak untuk seusianya?

Memang kembali lagi, bagaimana orangtua mendidik mereka dengan agama dan nilai nilai yang luhur.

Maaf baru bisa berkunjung...

dede mengatakan...

wah nih yang kabur belum pulang heheeee

Posting Komentar